Desy Yofianti ST MT
Dosen Jurusan Teknik Sipil Universitas Bangka Belitung
KEBERADAAN angkutan umum termasuk angkot sangat dibutuhkan dalam suatu kota.
Hal ini sejalan dengan UU RI Nomor 22 tahun 2009 pasal 139 ayat (3) yaitu Pemerintah daerah kabupaten/kota wajib menjamin tersedianya angkutan umum untuk jasa angkutan orang dan/atau barang dalam wilayah kabupaten/kota.
Pelayanan untuk angkutan orang dengan kendaraan umum ini terdiri atas kendaraan bermotor umum dalam trayek dan tidak dalam trayek (pasal 140).
Oleh karena itu, Kota Pangkalpinang sebagai ibukota Provinsi Kepulauan Bangka Belitung tentu saja masih membutuhkan angkutan kota (angkot) sebagai sarana transportasi umum bagi masyarakat.
Keberadaan angkot dan angkutan umum lainnya seharusnya memperhatikan standar pelayanan angkutan orang seperti yang tertuang dalam UU No. 22 Tahun 2009 pasal 141 bahwa standar pelayanan minimal tersebut meliputi keamanan, keselamatan, kenyamanan, keterjangkauan, kesetaraan, dan keteraturan.
Memang tidak dapat dipungkiri bahwa sejalan dengan perkembangan teknologi sekarang ini dan juga meningkatnya kebutuhan masyarakat terhadap transportasi mendorong tumbuhnya jasa transportasi dengan system online seperti grab dan gojek.
Pada kenyataannya, tidak dapat disangkal bahwa keberadaan mereka berdampak terhadap nasib angkot yang sudah ada.
Keberadaan angkutan umum tidak dalam trayek juga diatur di dalam UU No. 22 tahun 2009 pasal 153 yang mengatakan bahwa angkutan orang dengan tujuan tertentu dilarang menaikkan dan/atau menurunkan penumpang di sepanjang perjalanan untuk keperluan lain di luar pelayanan angkutan orang dalam trayek.
Selanjutnya, penyelenggaraan angkutan orang tidak dalam trayek juga diatur dengan PERMENHUB RI Nomor PM 117 tahun 2018, sedangkan penyelenggaraan angkutan orang dengan kendaraan bermotor umum dalam trayek diatur dengan PERMENHUB RI Nomor PM 15 tahun 2019 .
Untuk meminimalisir dampak yang ditimbulkan dari jasa transportasi dengan sistem online dengan angkutan kota eksisting, perlu dilakukan diskusi antar pihak-pihak terkait sehingga kepentingan dari masing-masing pihak tidak saling berbenturan.
Beberapa penelitian sudah pernah dilakukan mengenai angkot di Kota Pangkalpinang di antaranya penelitian evaluasi angkutan kota di kota pangkalpinang yang dilakukan oleh mahasiswa.
Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa tingkat pelayanan angkot di Kota Pangkalpinang masih kurang baik.
Hal tersebut dilihat dari berbagai aspek diantaranya waktu menunggu, waktu perjalanan, dan kondisi fisik kendaraan.
Penelitian tentang angkot tidak hanya dilakukan di Kota Pangkalpinang saja, tapi juga dilakukan di kota-kota lainnya.
Contohnya, sekarang sedang dilakukan penelitian oleh mahasiswa terkait efek penggunaan kendaraan pribadi terhadap angkutan umum di Kota Toboali dan juga di Kota Sungailiat.
Penelitian tersebut dilakukan karena melihat kecenderungan menurunnya minat masyarakat dalam menggunakan angkutan umum dalam melakukan pergerakan dari dan menuju tempat aktivitasnya.
Menurut pendapat saya, sebelum melakukan pengaturan terhadap angkot dan angkutan umum lainnya, sebaiknya dilakukan evaluasi terlebih dahulu terhadap operasi angkutan kota termasuk tingkat pelayanan, rute dan trayek yang sudah ada, sehingga dapat diketahui di point mana saja perlu dilakukan perbaikan pengaturannya sehingga minat masyarakat untuk menggunakan angkot dapat tumbuh kembali,
Evaluasi terhadap angkot dan angkutan umum eksisting lainnya dapat dilakukan secara terjadwal dengan periode waktu tertentu.
Bahkan jika diperlukan, evaluasi terhadap keberadaan angkutan umum termasuk angkot dapat dilakukan di luar jadwal yang sudah ditentukan.
Tentu saja evaluasi yang dilakukan bertujuan untuk menata kembali angkutan umum yang sudah ada dimana keberadaan angkutan umum tersebut mengalami kecenderungan penurunan kepercayaan dari masyarakat untuk menggunakannya.
Pengaturan angkutan umum di suatu kota dapat dilakukan dalam beberapa hal, yaitu: (i) mengatur dengan ketat pemeliharaan kendaraan, baik fisik maupun spare part yang digunakan; (ii) mengatur kualitas layanan; (iii) mengatur waktu tunggu dan waktu perjalanan kendaraan, dan (iv) mengatur rute dan trayek yang ada.
Tentu saja, pengaturan yang dilakukan terhadap angkutan umum eksisting tersebut tidak dapat dilakukan oleh satu pihak saja, namun menuntut juga kerjasama dan koordinasi antar pihak terkait.
Selain itu, komitmen antar pihak yang berkepentingan juga memegang peranan penting untuk mendukung pelaksanaan pengaturan tersebut.
Kota-kota yang ada di Indonesia termasuk Kota Pangkalpinang, dapat mengadopsi 10 prinsip transportasi berkelanjutan seperti yang digagas oleh GIZ (Deutsche Gesellschaft fur Internationale Zusammenarbeit).
GIZ adalah perusahaan internasional milik pemerintah federal Jerman yang beroperasi di berbagai bidang termasuk transportasi dan melakukan kerjasama dengan suatu negara baik pihak pemerintah maupun swastanya.
Adapun 10 prinsip transportasi perkotaan berkelanjutan tersebut sebagai berikut:
1. Perencanaan kota yang terpadu dan berorientasi manusia
2. Optimalkan jaringan jalan dan penggunaannya
3. Bangun kota berorientasi angkutan umum
4. Terapkan perbaikan sistem angkutan umum
5. kontrol penggunaan kendaraan
6. Giatkan berjalan kaki dan bersepeda
7. Atur perparkiran
8. Komunikasi solusi
9. promosikan kendaraan yang ramah lingkungan
10.atasi tantangan secara komprehensif
Prinsip-prinsip tersebut dapat diterapkan secara keseluruhan maupun sebagian.
Memang sebaiknya kesepuluh prinsip tersebut dapat diterapkan sepenuhnya oleh pemerintah kota setempat sehingga outcome-nya dapat dirasakan oleh masyarakat yang tinggal di kota tersebut.
Namun, tidak salah juga jika mau menerapkannya sebagian dulu dengan memperhatikan skala prioritas dari prinsip tersebut atau dengan kata lain penerapannya dapat dilakukan secara bertahap sesuai dengan kemampuan finansial pemerintah kota yang bersangkutan, kesiapan dukungan dari masyarakat dan pihak swasta.
Menurut saya, perhatian pemerintah khususnya instansi terkait terhadap keberadaan angkutan umum termasuk angkot pada saat ini perlu ditingkatkan. Diskusi antar pihak yang saling berkaitan juga perlu intens dilakukan sehingga dapat ditemukan solusi dari persoalan yang sedang dihadapi oleh operator khususnya.
Permasalahan yang umum ditemukan pada transportasi umum perkotaan adalah angkot-angkot yang kosong atau dengan kata lain angkot yang sepi penumpang. Kondisi ini banyak ditemukan di setiap kota di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, tidak hanya di Kota Pangkalpinang namun di kota-kota lainnya.
Persoalan ini tentu saja menimbulkan dampak yang kurang menguntungkan bagi pihak operator ataupun pemilik angkutan umum diantaranya menurunnya penghasilan operator dan berimbas kepada tingkat kesejahteraan operator kendaraan angkutan umum menjadi berkurang.
Ada 5 (lima) faktor karakteristik sistem transportasi yang mempengaruhi perilaku pembuat perjalanan dalam memilih moda (jenis) transportasi (Bruton, 1985), antara lain: waktu perjalanan (travel time), biaya perjalanan, tingkat pelayanan, tingkat akses/indeks daya hubung/kemudahan pencapaian tempat tujuan, serta tingkat kehandalan angkutan umum dari aspek waktu (tepat waktu/reliability).
Pemerintah hendaknya memberikan perhatian yang serius terhadap peningkatan pemenuhan standar pelayanan minimum angkutan umum sehingga kualitas pelayanan pun akan mengalami kecendungan meningkat.
Standar pelayanan minimum yang harus dipenuhi oleh angkutan umum perkotaan mengacu kepada SK Dirjen Perhubungan tahun 2002 yang terdiri dari enam indikator, yaitu: waktu tempuh, waktu tunggu, jarak pencapaian halte (jarak penumpang dari tempat asal ke tempat menunggu angkutan umum - halte), pergantian moda dalam perjalanan, load factor (tingkat keterisian, dan jarak perjalanan.
Semoga kedepannya dapat terbentuk suatu jaringan transportasi umum yang terintegrasi di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. (sumber Bangkapos.com)